Kekuatan yang mengubah Sejarah

Diambil dari tulisan Mi’raj Dodik Spd.

Berikut ini sepintas penerangan sejumlah faktor yang dapat mengarahkan laju sejarah lainnya:
1. Ekonomi
Tidak berarti dengan memasukkan ekonomi sebagai satu dari sekian faktor menentukan perjalanan sejarah sama artinya menyepakati pandangan Karl Marx sang penggagas idelogi komunis, yang berkeyakinan bahwa sejarah digerakkan oleh motif material dan pertentangan kelas ekonomi. Ekonomi diangkat sebagai satu faktor menentukan dalam perjalanan sejarah, semata-mata didasarkan pada kenyataan bahwa manusia adalah makhluk ekonomi (homo economicus).

Kenyataan manusia sebagai makhluk ekonomi mempermudah kesimpulan bahwa sejarah ditentukan oleh faktor ekonomi. Dalam arti kata, kenyataan bahwa kebutuhan manusia tak terbatas (selalu berkeinginan memenuhi semua kebutuhan dan keinginannya sehingga terpuaskan) di satu sisi, sedangkan pada sisi yang lain, sarana pemenuh kebutuhan dan keinginan bersifat terbatas (scarsity), telah menjadi faktor pendorong terjadinya sejarah.

Sejarah telah mencatat bahwa cita-cita untuk berada di kawasan penghasil barang-barang yang dibutuhkan dan berharga tinggi, serta daerah kaya sumber daya alam, telah membuat sebagian warga bangsa-bangsa Eropa berani, meski boleh dikata nekad, mengarungi benua dan samudera untuk memperoleh kekayaan di kawasan Timur, termasuk ke Nusantara. Motif gold (kekayaan) inilah yang membuat mereka menyusun dan merealisasikan strategi dan taktik politik monopoli perdagangan, lalu mempraktikkan penjajahan dalam rentang waktu ratusan tahun lamanya.

Selain itu, sesungguhnya masih banyak peristiwa sejarah di permukaan bumi ini yang terjadi lantaran motif ekonomi. Alhasil penalaran apriori telah menunjukkan dengan meyakinkan bahwa manusia adalah homo economicus. Di sisi yang lain, panalaran aposteriori dapat mengangkat peristiwa sejarah yang terjadi sejak masa lampau sampai masa kini yang tidak terhitung jumlahnya yang kasat mata dipicu atau disebabkan karena faktor ekonomi. Kedua hal itu cukup menjadi argumentasi bahwa ekonomi merupakan faktor penting yang mengarahkan sejarah.

2. Agama
Terdapat lima unsur penting dalam dimensi agama: keyakinan (belief system), praktik agama, pengetahuan keagamaan, pengalaman keagamaan, dan konsekuensi sosial (R. Stark dan C. Y. Glock, Dimensions of Religious Commitment dalam Roland Robertson (1971) dalam Kuntowijoyo, 2003: 162). Kelima hal itu menjadi dimensi penting bagi agama karena selain merupakan syarat komplit untuk disebut agama, kelima hal itu juga menentukan tampilan dan aktualisasi agama dalam konteks sosiologis.

Secara apriori, agama mudah diprediksi dapat mengarahkan laju sejarah karena bermuatan batin (spiritual) dan lahir (manifestasi ajaran). Kedua unsur ini terbukti menyimpan saham yang relatif besar bagi bangunan pemikiran dan perasaan, juga sikap dan tindakan para penganutnya. Agama menjadi basis dasar bagi sistem keyakinan (belief system) dan sistem etika (ethic system) bagi para pemeluknya. Agama lalu menjadi sulit untuk diabaikan begitu saja sebagai sebuah faktor penting yang mengarahkan laju sejarah.

Marx Weber pernah meneliti dan menghasilkan karya The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism yang berkesimpulan bahwa ajaran etika Kristen Protestan paralel dengan semangat lahirnya kapitalisme di belahan bumi Eropa. Berkat sistem etika Kristen Protestan, demikian kurang lebih Weber menyatakan, semangat kapitalisme semakin kukuh dan akhirnya terwujud dalam norma, nilai, dan sistem sosial masyarakat Eropa.

Peran ajaran Konghucu terhadap kuatnya semangat meraih kekayaan di dunia juga kentara dalam diri orang-orang Cina, terutama yang menganut agama ini. Perpindahan warga Cina Konghucu ke berbagai belahan dunia untuk meraih kesejahteraan hidup cukup menjadi buktinya. Tatkala melihat makam-makam warga Cina Konghucu yang megah, semakin jelaslah bahwa bagi mereka, kekayaan material yang diraih di dunia akan menentukan kebahagiaan akhirat. Konghucu menyusun bangunan etika para penganutnya dalam kehidupan ekonomi, dan karenanya mempengaruhi sejarah.

Kuntowijoyo (2003: 163-172) memberikan contoh-contoh kajian ilmiah sejumlah sejarawan yang menunjukkan peran besar agama terhadap sejarah, baik dalam pendekatan sejarah politik, sejarah ekonomi, sejarah sosial, sejarah intelektual, sejarah kebudayaan, sejarah kesenian, sejarah mentalitas, sejarah sensibilitas, maupun melalui pendekatan biografi, psycho history, dan prosopografi. Agama mempengaruhi berbagai perjalanan arus sejarah, baik dalam konteks individual maupun sosial.

Peran agama Islam dalam sejarah politik pemerintah pendudukan Jepang, misalnya, terlihat dalam karya Harry J. Benda yang berjudul Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam di Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang (Jakarta: Pustaka Jaya, 1980). Islam sebagai institusi sosial pendidikan dalam rentang sejarah tanah air juga tergali lewat karya Karel A. Steenbrink yang menulis Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern (Jakarta: LP3ES, 1994).

Peran agama dalam sejarah intelektual bisa dimengerti lewat tulisan Howard M. Federspiel berjudul Kajian Al Qur’an di Indonesia: Dari Mahmud Yunus Hingga Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1996). Sedangkan dalam sejarah kebudayaan, pengaruh agama kentara dengan mencari pola-pola kehidupan, kesenian, dan cara berpikir secara bersama-sama dari suatu zaman. Pengaruh ajaran Islam bagi sejarah kesenian dapat ditelaah dalam gambaran seni arsitektur, seni lukis, dan sastra zaman klasik, terutama pada zaman kejayaan Islam.

Peran agama dalam sejarah mentalitas (pikiran, perasaan, atau imajinasi kolektif) mengenai gagasan anti feodalisme pada orang-orang Sarekat Islam dapat dilakukan dengan cara membuka arsip tentang SI (CSI, SI Lokal), Adviseur voor Inlandsche Zaken, laporan para residen, koran SI seperti Oetoesan Hindia dan penerbitan-penerbitan lainnya. Pengaruh agama bagi sejarah sensibilitas (kandungan emosional manusia dalam suatu kurun) dapat dibaca dalam Sejarah Perjuangan Hizbullah Sabilillah Divisi Sunan Bonang (Yayasan Bhakti Utama Surakarta, 1997).

Dalam konteks individual, peran agama bagi sejarah dapat terlihat ketika memakai pendekatan biografi (sejarah kehidupan tokoh), psycho history (sejarah kejiwaan), dan prosopografi (biografi kolektif). Kita, misalnya, bisa menelusuri biografinya Nabi Muhammad SAW, K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Ahmad Hasan, atau biografi K.H. Abdullah Syurkati. Salah satu studi sejarah yang menggambarkan pengaruh agama dalam psycho history antara lain sejarah kejiwaan Mahatma Gandhi yang dibahas oleh Erik H. Erikson dalam Gandhi’s Truth atau sejarah kejiwaan Martin Luther King dalam Young Man Luther. Pengaruh agama dalam prosopografi, misalnya, terdapat pada tulisan Ali Rahmena (ed.), Para Perintis Zaman Baru Islam (Bandung: Mizan, 1995).

3. Institusi (terutama institusi politik)
Institusi atau lembaga merupakan wahana bagi kumpulan orang yang menyatukan strategi untuk mencapai tujuan melalui organisasi yang memiliki nama, simbol, dan struktur kepengurusan. Sejarah mencatat bahwa mulanya institusi yang pernah muncul bersifat sederhana, lalu berkembang menjadi lebih kompleks, canggih, dan modern seiring perkembangan zaman. Dalam kadarnya yang berbeda-beda, pengalaman sejarah menunjukkan pengaruh institusi (terutama institusi politik) terhadap arah sejarah. Demikian pula di masa depan, peran institusi terhadap arah sejarah akan berpengaruh.

Institusi, lembaga, atau organisasi, sangat mempengaruhi arah sejarah. Hal ini sesuai dengan peribahasa yang menyatakan bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah berhujjah bahwa kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir. Hal itu menyimpulkan tentang betapa kuatnya efek institusi, lembaga, atau organisasi dalam menciptakan realita sejarah.

Jika menelusuri dinamika dan romantika perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia pasca pelaksanaan etische politic, maka akan terlihat ragam institusi politik yang berjibaku dalam arena perjuangan. Bung Karno mengorganisir diri dalam PNI, sedangkan Bung Hatta dan Bung Syahrir dalam institusi Pendidikan Indonesia . Dengan aneka institusi perjuangan lainnya, perjuangan mereka semakin terlihat efektifitasnya ketimbang perjuangan yang dilakukan secara sporadis sejarak ratusan tahun sebelumnya. Tentu mudah pula untuk menyimpulkan bahwa institusi PNI, PI, dan sebagainya telah menentukan arah sejarah perjuangan kemerdekaan RI.

Peran institusi BPUPKI dan PPKI menjelang proklamasi kemerdekaan juga sulit diabaikan sebagai komponen yang menentukan sejarah proklamasi. Peran institusi militer dan berbagai institusi politik di tanah air sejak Indonesia merdeka sampai sekarang, terlihat signifikan dalam menentukan arah sejarah. Institusi politik Golongan Karya signifikan perannya dalam mengokohkan bangunan rezim kekuasaan Orde Baru Soeharto. Alhasil institusi, terutama institusi politik, baik menurut penalaran apriori maupun aposteriori adalah satu kekuatan menentukan dalam laju sejarah.

4. Teknologi
Pembagian zaman menjadi zaman prasejarah dan zaman sejarah tidak saja berbeda antara manusia dalam zaman pertama yang disebut belum mengenal aksara (tulisan), dan zaman sejarah sebagai zaman sudah mengenal tulisan. Zaman prasejarah juga bercirikan kehidupan yang primitif dengan kehidupan yang sederhana, misalnya berkenaan teknologi yang digunakan. Sedangkan di zaman sejarah, apalagi zaman modern, kehidupan telah kompleks dengan tingkat efektifitas dan efisiensi karena beragamnya sarana teknologi.

Teknologi merupakan unsur vital lainnya yang menentukan arah sejarah. Manusia tidak saja berkreasi dan berinovasi untuk menemukan alat-alat teknologi demi efektifitas dan efisiensi hidupnya, melainkan juga berjuang merealisasikan kebutuhan dan keinginannya dengan media teknologi. Kedua hal ini manifes dalam arena kehidupan sejak masa kelampauan dan masa kini, serta akan berlangsung di masa mendatang.

Banyak fenomena penyebarluasan ilmu pengetahuan secara efisien dan efektif lantaran peran teknologi informasi: mesin pembuatan kertas, mesin cetak, mesin foto copy, mesin tik, komputer, internet, dan sebagainya. Banyak gerakan pemberian bantuan kemanusiaan lebih cepat, efisien, dan efektif lantaran memanfaatkan teknologi informasi, teknologi transfortasi, serta teknologi pembudidayaan bahan-bahan makanan.

Dalam konteks sejarah lainnya, temuan rumus hukum relativitas oleh Albert Einstein merupakan cikal bakal ditemukannya teknologi persenjataan berjenis bom atom. Temuan Einstein yang ditindaklanjuti dengan pembuatan bom atom, lalu diledakkan di dua kota penting di Jepang (Kota Hiroshima dan Nagasaki) pada Perang Dunia II akhirnya memaksa Jepang untuk menyatakan menyerah kalah kepada Sekutu. Peristiwa ini pula yang turut mempercepat dan mengarahkan arus sejarah, sehingga momen paling bersejarah yakni proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 terjadi.

Sejarah masa silam telah menunjukkan tentang betapa besarnya pengaruh teknologi bagi arah sejarah. Proses perdamaian banyak memakai sarana teknologi. Demikian pula proses penguasaan dan penjajahan suatu bangsa terhadap bangsa lain, juga memakai sarana teknologi. Ketika Perang Dingin (cold war) berlangsung, teknologi merupakan arena peperangan yang nyata. Perang pengaruh antara faksi Amerika Serikat versus Uni Soviet tidak saja berkenaan teknologi informasi dan penyebarluasan agitasi dan propaganda, melainkan juga dalam dalam hal teknologi persenjataan.

Tidak berlebihan untuk menyatakan bahwa barang siapa memiliki dan piawai menggunakan teknologi, maka akan menguasai sejarah dan dunia. Peran menentukan teknologi terhadap arah sejarah bukan saja lantaran efisien, melainkan pula, dengan teknologi, kehidupan umat manusia menjadi lebih efektif, lebih cepat, berdaya jangkau lebih luas, lebih kuat, dan lebih mudah. Semua hal itulah yang membuat teknologi demikian penting dan menentukan sejarah, tidak saja sejarah di masa silam dan sejarah masa sekarang, akan tetapi juga sejarah masa depan.

5. Ideologi
Tidakkah aneh manakala dengan sadar dan tanpa dibayar, jutaan buruh dengan kekuatan politik komunis lainnya, bergerak melancarkan perlawanan pemikiran dan fisik terhadap kaum borjuis (bangsawan) di berbagai belahan dunia. Fenomena ini berlangsung dalam sejarah gerakan komunis pimpinan Karl Marx di Eropa maupun gerakan komunis Cina di bawah pimpinan Mao Tze Tung. Tetapi dalam domain ideologi, fenomena tersebut lumrah belaka sebagai konsekuensi dari disetujuinya pandangan (ideologi) komunis oleh massa pendukungnya. Ideologi komunisme terbukti menentukan arah sejarah, setidak-tidaknya di beberapa negara penganut komunisme di kawasan Skandinavia, di Cina, maupun Korea Utara.

Islam madzhab syi’ah yang diubah menjadi ideologi juga terbukti besar pengaruhnya dalam mengarahkan sejarah. Hal ini setidak-tidaknya terlihat dalam gerakan pembentukkan dan penataan Republik Islam Iran sebelum dan sesudah tahun 1979. Terutama pada masa-masa peralihan kekuasaan dari Syah Reza Pahlevi kepada Ayatullah Khomeini pada tahun 1979. Di sekitar tahun-tahun ini, dengan sadar dan semangat, rakyat Iran yang dikomandoi kaum mullah dan intelektual kampus berhadap-hadapan dalam relasi pertentangan dengan pasukan Syah Reza Pahlevi.

Akhirnya kekuatan rakyat (people power) Iran yang sebagian besar di antaranya bergerak atas dasar ideologi Islam madzhab syi’ah berhasil melengserkan Syah Reza Pahlevi pada tahun 1979. Sejarah Iran terbalik 180 derajat. Kaum mullah (ulama) yang mulanya bergerak di pinggiran kekuasaan kemudian tampil ke pusat kekuasaan negara di bawah kepemimpinan figur Ayatullah Khomeini. Alhasil ideologisasi Islam madzhab syi’ah berlangsung di Iran . Tidak saja nama negara Iran diubah menjadi Republik Islam Iran , melainkan pula konstitusinya berubah.

Dengan ideologi kapitalisme, Amerika Serikat (AS) menata negaranya. Amerika Serikat tidak saja menganggap dan memposisikan modal sebagai unsur penting, melainkan pula, dalam banyak kadar, mempraktikkan sistem kapitalisme. Hal ini pula yang membuat sejarah mengikutsertakan negara ini sebagai salah satu negara terpenting yang terlibat dalam perang ideologi antara faksi sekutu dan fasis pada Perang Dunia II. Lantaran semangat mendukung dan menyebarluaskan ideologi kapitalisme pula, AS konflik berhadap-hadapan dengan Uni Soviet dalam Perang Dingin. Kapitalisme telah berkontribusi menciptakan sejarah kejayaan AS di dunia kontemporer.

Pandangan, sikap, dan tindakan manusia banyak dipengaruhi oleh sistem pemikirannya. Dalam bentuk yang lebih sistematik, sejumlah sistem pikiran bermatamorfosa menjadi ideologi, yaitu pandangan dunia yang berisi tujuan ideal mengenai bagaimana seharusnya dunia diatur, serta mempunyai langkah-langkah metodis untuk mencapainya. Komunisme, kapitalisme, dan Islam, misalnya, disebut sebagai beberapa tiga ideologi besar dunia saat ini, karena selain mempunyai konstruksi berpikir abstrak tentang realita ideal pengaturan dunia dan metode mencapainya, juga mendapat dukungan terbesar di dunia.

Dari sini jelas bahwa selain menurut penalaran aposteriori (pengalaman sejarah), unsur ideologi terbukti berperan menentukan arah sejarah, menurut penalaran apriori (logis) pun sejarah niscaya ditentukan pikiran manusia atau dalam bentuknya yang lain, dipengaruhi oleh ideologi. Pengaruh ideologi begitu mendasar dan halus terhadap lahirnya pandangan, sikap, dan tindakan umat manusia dalam menjalani kehidupan. Ketiga hal ini (pandangan, sikap, dan tindakan) pula yang jika mewujud akan menciptakan sejarah, mulai dari sejarah yang mempengaruhi lingkup kecil sampai lingkung luas.

6. Militer
Manakala kata militer mencuat ke permukaan, maka yang terbayang adalah prajurit atau pasukan tentara yang dilengkapi senjata, pertahanan fisik, atau operasi penguasaan. Dalam sejarah, unsur kekuatan dan kelemahan militer terbukti menentukan maju atau mundur, jaya atau punah, dan menguasai atau dikuasainya suatu kelompok atau bangsa. Di dalam sejarah kehidupan masa silam, kekuatan dan kelemahan militer berbanding lurus dengan merdeka atau terjajahnya suatu bangsa, bahkan paralel pula dengan eksis atau punahnya bangsa tersebut.

Imperium Romawi pimpinan Raja Julius Caesar yang sukses menguasai hampir seluruh kawasan Eropa di masa lampau terjadi lantaran kuatnya sektor militer. Lantaran mempunyai kekuatan militer pula, Alexander Yang Agung (Alexander The Great) menguasai Eropa dan sebagian wilayah Asia . Salah satu faktor yang membuat Muhammad SAW dan khulafaur rasyidin, Dinasti Ummayah dan Abbasiyah jaya di kawasan Asia Barat Daya, bahkan pernah menguasai Spanyol adalah kekuatan militer. Raja Asoka dan Dinasti Moghul menguasai kawasan India karena memiliki kekuatan militer. Bahkan Napoleon Bonaparte yang terkenal dalam sejarah, juga lantaran menguasai ilmu serta memiliki kekuatan militer.

Nama Majapahit dan Sriwijaya sebagai dua kerajaan besar yang pernah eksis di Nusantara masa lampau masih populer sampai sekarang. Kedua kerajaan ini bahkan disebut-sebut pernah menguasai dan kuat pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara. Sejarah Nusantara masa silam juga mencatat kiprah Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit sebagai figur yang memproklamirkan sumpah Palapa yang berisi kehendak menyatukan (menguasai) Nusantara. Kemampuan menyatukan atau menguasai kawasan Nusantara, baik oleh Kerajaan Majapahit maupun Kerajaan Sriwijaya bisa terjadi karena kedua kerajaan ini mempunyai kekuatan militer yang tangguh.

Jika jarum jam sejarah kita tarik ke zaman pencerahan Eropa, maka langkah bersejarah mereka yang melakukan penjelajahan lintas benua dan samudera dengan motif gold, gospel, glory juga disertai kekuatan militer. Dengan kekuatan militer pula, para penjelajah Eropa tersebut memonopoli perdagangan, bahkan pada akhirnya mempraktikkan penjajahan dalam rentang waktu ratusan tahun di kawasan Asia, Afrika, Amerika Latin, maupun di Australia. Kendati bukan faktor satu-satunya, akan tetapi patut diakui bahwa kekuatan militer merupakan faktor menentukan dalam sejarah penjelajahan, monopoli perdagangan, dan penjajahan oleh bangsa Eropa.

Beberapa tahun silam, sejarah Irak dan kekuasaan rezim Saddam Hussein dimbombardir oleh invasi militer Amerika Serikat pimpinan Presiden George Bush Jr. lantaran dianggap memiliki senjata pembunuh missal, meski menurut sebagian pihak, selain karena motif politik, invasi ini juga didorong oleh motif menguasai bahan mentah minyak di Irak. Alhasil tidak saja Saddam Hussein lengser sehingga mengubah peta politik dan ekonomi dalam negeri Irak, peristiwa ini juga mengubah peta politik dan ekonomi dunia. Sekali lagi militer mencuat sebagai satu unsur penting yang mengarahkan sejarah.

Perseteruan Israel versus Palestina sudah lama berlangsung. Belakangan Israel semakin berhasil menguasai sebagian besar kawasan di Palestina. Ini mengindikasikan bahwa Israel memiliki kekuatan militer yang lebih tangguh ketimbang Palestina. Demikian pula Republik Islam Iran adalah sebuah negara di Asia yang terus diawasi PBB, terutama oleh AS karena mengembangkan penelitian uranium. Jika proyek penelitian Iran ini sukses, maka diprediksikan negara ini akan muncul sebagai salah satu negara dengan kekuatan militer yang ditakuti AS dan sekutunya. Kekuatan militer tidak saja menentukan perjalanan sejarah suatu negara bahkan dunia manakala digunakan, melainkan juga bisa dipakai dalam arena perang psikologi (psywar).

Dengan demikian, sudah cukup bukti historis yang menegaskan betapa berpengaruhnya militer dalam menentukan arah perjalanan sejarah. Jika dalam domain penguasaan teknologi berlaku adagium “barang siapa menguasai teknologi akan menguasai dunia”, maka dalam konteks militer berlaku adagium “barang siapa memiliki kekuatan militer yang tangguh, maka akan menguasai dunia”. Arah sejarah, akhirnya, ternyata dikendalikan pula oleh faktor militer.

7. Individu
Thomas Caryl, seorang filsuf dan historiograf Inggris, memandang bahwa sejarah digerakkan oleh orang-orang besar (the great man theory). Carly menganggap bahwa sejarah dunia pada dasarnya adalah sejarah orang-orang besar. “Universal history, the history of what man has accomplished in this world is at bottom the history of the great man who have orked here” (Notosusanto, 1984: 14 ). Caryl lalu menulis buku klasik berjudul On Heroes, Heroworship and The Heroic in History. Di sini ia paparkan riwayat orang-orang besar seperti Nabi Muhammad SAW, Julius Caesar, dan Yesus Kristus.

Dalam pandangan yang ditunjukkan Caryl ini, pemikiran yang berlaku adalah: “Jika tidak dia, tentu……..” atau misalnya “jika Julius Caesar mau mendengarkan nasehat tukang nujum untuk tidak pergi ke Senat, tentu ia takkan terbunuh“. Dalam konteks yang sama dapat juga dinyatakan berkenaan peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia, bahwa peristiwa menentukan ini sangat ditentukan oleh tokoh Soekarno, sejarah Filipina ditentukan Jose Rizal, sejarah Jerman dalam Perang Dunia II ditentukan oleh Hitler, Perang Teluk digerakkan oleh Sadam Husein, Revolusi Islam Iran ditentukan Khomeini, dan seterusnya (http://magistrahistoria.blogspot.com/2009/02/sumber-penggerak-sejarah-masalah.html).

Peristiwa monumental dan bersejarah yang pernah berlangsung dalam sejarah hampir selalu dimungkinkan terjadi berkat kiprah individu yang tergolong orang besar (the great man). Di balik sejarah pemikiran logis dan rasional tertera nama Socrates, Aristoteles, dan Plato. Dalam sistem pemikiran dan sistem etika masyarakat Cina terdapat Kong Fu Tze sebagai guru etika orang Cina paling terkemuka.

Nabi Ibrahim, Nabi Musa (Moses), Isa (Yesus), dan Nabi Muhammad SAW adalah nabi-nabi yang berpengaruh, bukan saja dalam menyebarluaskan keyakinan monotheisme, melainkan juga, terutama ajaran Nabi Musa, Yesus, dan Nabi Muhammad, meraih dukungan dan dianut oleh banyak penganut hingga sekarang. Banyak peristiwa monumental dalam sejarah berlandaskan, mengikuti metode, dan bertujuan kepada kharisma dan ajaran ketiganya.

Agama Budha dianut oleh banyak orang sejak masa lalu sampai sekarang. Agama ini juga banyak mempengaruhi arah sejarah, tidak saja terhadap kaum Budha, namun juga terhadap masyarakat non Budha. Tentu saja, dengan demikian, pengaruh Sidharta Gautama sebagai individu yang mencetuskan ajaran ini sulit diabaikan. Sidharta Gautama adalah sesosok individu yang sangat berpengaruh dalam sejarah.

Sebuah nama yang melekat erat dengan kejayaan dan mitos imperium Romawi di Eropa adalah Julius Caesar. Caesar merupakan satu dari sekian pemimpin Romawi yang paling berpengaruh. Sejarah Eropa juga mencatat seorang individu bernama Napoleon Bonaparte sebagai seorang panglima perang dan pemimpin berpengaruh dalam penggalan sejarah. Napoleon tidak saja sebagai individu yang terkenal karena strategi perangnya, melainkan pula sesosok aktor sejarah yang mempengaruhi peta geopolitik, baik selama hidup, maupun setelah ia meninggal dunia.

Alexander The Great juga familiar dalam sejarah sebagai seorang raja sekaligus panglima perang paling disegani dalam sejarah. Kiprahnya telah mempengaruhi arah sejarah geopolitik. Karl Marx dan Adam Smith adalah dua pemikir puncak dalam sejarah. Marx penggagas dan aktivis komunisme, sedangkan Smith pemikir ekonomi liberal (kapitalisme). Pengaruh kedua model pemikiran ini masih terasa sampai sekarang, dan karenanya, Karl Marx dan Adam Smith merupakan dua individu dengan pengaruh yang besar dalam mengarahkan sejarah.

Perang Dunia II adalah peristiwa dahsyat yang tercatat dalam sejarah. Dalam perang ini, Jerman yang dikuasai rezim Nazi di bawah komando sang fuhrer Adolf Hitler turut ambil bagian. Hitler telah mengubah sejarah politik dunia, tidak saja lantaran memimpin Jerman yang bergabung dengan Jepang dan Italia dalam Perang Dunia II, melainkan juga menyebarluaskan gagasan melalui bukunya yang berjudul Mein Kampf. Adolf Hitler merupakan individu penting yang turut mempengaruhi arah sejarah.

Tahun kemerdekaan India boleh jadi lebih lambat, tidak seperti yang kita kenal sekarang, jika Mahatma Gandhi tidak hadir dalam perjalanan sejarah negeri Bollywood itu. Hal serupa mungkin terjadi pada Republik Indonesia , jika Soekarno tidak hadir dalam sejarah perjuangan kemerdekaannya. Tidak saja negeri Cina kemungkinan besar tidak berubah namanya menjadi Republik Rakyat Cina, tetapi juga boleh jadi haluan politiknya tidak berubah menjadi komunis, tanpa adanya pengaruh Mao Tze Tung sebagai the great man. Hal serupa berlaku terhadap Iran jika Ayatullah Khomeini tak pernah ada di Iran .

8. Seks
Harta, tahta, dan wanita atau pria terlanjur dijadikan mitos kenikmatan hidup duniawi. Unsur terakhir yang disebutkan berkenaan dengan pergaulan seks dalam pengertian umum: perasaan menyenangi atau mengagumi jenis kelamin yang berbeda, maupun dalam hal keinginan untuk memiliki dan melakukan hubungan seksual.

Faktor seks juga mempengaruhi perjalanan sejarah. Hal ini dapat dipahami lantaran seks termasuk sebagai salah satu orientasi manusia. Kenyataan ini lalu berpotensi menjadi motif atau dorongan bagi manusia dalam menjalani kehidupannya. Seks yang dipahami serupa inilah yang menjadi salah satu kekuatan yang mengarahkan sejarah.

Sejarah mencatat politik dan skandal yang dilakukan Ken Arok dengan membunuh Raja Tunggul Ametung. Hal ini tidak saja agar Ken Arok tampil menjadi penguasa baru menggantikan Tunggul Ametung, melainkan pula agar ia bisa memiliki permaisuri raja, yakni Ken Dedes. Praktik tersebut telah mengubah sejarah.

Pascal telah mengatakan bahwa hidung Kleopatra, yang mengesankan bagi Markus Antonius, menentukan arus sejarah (F. R. Ankersmit, 1987: 193). Hidung Kleopatra yang dipandang oleh Markus Antonius sebagai hidung yang seksi dan sensual itu telah mengakibatkan Markus jatuh hati. Ketertarikan dan kekaguman Markus kepada Kleopatra tersebut lalu membuat keduanya, tidak hanya terlibat dalam fenomena tertariknya laki-laki terhadap perempuan, tetapi dari spektrum ini pula arah sejarah berdimensi luas terjadi.

Sejarah modern mengabarkan skandal seks yang dilakukan Presiden Bill Clinton dengan Monica Lewinski. Peristiwa ini terkuak, kemudian Presiden Clinton diadili warganya. Clinton akhirnya harus rela beranjak dari kursi USA 1 lantaran terlanjur diberi stempel atau imej buruk akibat skandal yang diperbuatnya. Sekali lagi, fenomena ini menyatakan bahwa seks merupakan faktor yang mengarahkan sejarah.

Sejarah juga banyak mencatat para pemimpin yang kasmaran, baik kepada perempuan maupun laki-laki, dalam sejarah, yang akhirnya mempengaruhi, tidak saja terhadap sejarah dirinya, melainkan pula turut menentukan arah sejarah dalam lingkup yang lebih luas. Peristiwa revolusi Perancis, misalnya, turut dipengaruhi oleh bangkrutnya kerajaan yang salah satu penyebabnya karena permaisuri gemar bermewah-mewahan. Tetapi lantaran terlanjur cinta, Raja Louis akhirnya tetap mempertahankan permaisuri. Akibatnya ia harus rela dijatuhkan rakyatnya dalam arena Revolusi Perancis. Sejarah Raja Louis dan sejarah negaranya, dengan begitu, turut diarahkan oleh faktor seks.

9. Umur
Buku Revolusi Pemoeda karya Benedict Anderson mengilustrasikan relatif terang mengenai peran signifikan yang diperankan para pemuda Indonesia di sekitar peristiwa proklamasi kemerdekaan RI. Hingga kiwari, warga yang berumur relatif muda sehingga dikategorikan pemuda memang tidak saja telah memerankan peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa, akan tetapi juga acap menjadi mitos sebagai agent of change atau iron stocks kepemimpinan di masa mendatang. Pemuda dalam konteks ini adalah mahasiswa atau pemuda yang posisinya relatif kukuh sebagai intelektual maupun sebagai eksponen dalam organisasi kepemudaan.

Faktor umur, dalam konteks ini, merupakan salah satu faktor yang turut mengarahkan sejarah. Barangkali peristiwa proklamasi kemerdekaan RI tidak berlangsung 17 Agustus 1945 jika saja pemuda Sukarni, B.M. Diah, serta pemuda lainnya tidak menculik Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta, subuh 16 Agustus 1945, ke Rengasdengklok. Gerakan terorganisir perjuangan merebut kemerdekaan yang dilakukan kaum pemuda terpelajar pasca etische politik juga, menunjukkan betapa para pejuang yang berumur masih muda itu begitu artikulatif, patriotik, dan taktis dalam perjuangan kemerdekaan. Saat itu, umur Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan tokoh-tokoh pejuang lainnya masih muda.

Sejarah berefek nasional berupa runtuhnya rezim Orde Lama yang dipimpin Presiden Soekarno dari kursi RI 1 memang kerap dikaitkan dengan upaya sistematik antara aliansi kekuatan asing dengan sebagian faksi militer. Namun aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa yang berumur muda itu sulit diabaikan sebagai satu arus gebrakan lainnya yang turut mengukuhkan runtuhnya rezim. Peran aksi-aksi demonstrasi kaum muda mahasiswa dalam melengserkan rezim Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto menjelang akhir abad ke-20 juga menunjukkan kesimpulan serupa.

Di Cina, kaum muda mahasiswa pernah berjibaku dengan pemerintah otoriternya menuntut implementasi demokrasi. Momentum paling bersejarah dan sarat nilai heroisme pertentangan tersebut berlangsung di Lapangan Tiananmen. Mereka yang berumur relatif muda turun ke lapanan berhadap-hadapan dengan pasukan militer bersenjata canggih serta tank-tank baja dari pasukan militer pendukung pemerintah. Peristiwa ini seolah akumulasi dan menemukan titik kulminasinya seiring terjadinya suksesi kepemimpinan berikut berubahnya haluan kepemimpinan negara dari otoriter ke demokrasi. Arah sejarah Cina pun lalu berubah.

Pemuda acap disebut sebagai kaum pemberang. Kelompok ini juga kerap dikenal sebagai kaum pendobrak terhadap kemacetan situasi politik negara. Jika menelusuri perjalanan sejarah menentukan Indonesia , maka akan benderang bahwa predikat tersebut menemukan kenyataan. Di sisi yang lain, fenomena mempertahankan kekuasaan status quo juga banyak dilakukan oleh pimpinan yang berumur relatif tua. Umur, dengan demikian, patut diakui sebagai salah satu faktor penentu arah sejarah.

10. Golongan
Sejak masa silam, di masyarakat mana pun, nyaris selalu ada diferensiasi sejumlah kelompok atau golongan, baik berdasarkan kesamaan ciri-ciri fisik, gaya hidup, agama, pandangan, kepentingan, status sosial, atau pekerjaan. Lalu satu atau lebih golongan mencuat sebagai golongan supremasi (tertinggi) di tengah-tengah masyarakat, sehingga lebih berpengaruh dan menentukan arah sejarah masyarakatnya ketimbang golongan lain.

Golongan terpelajar produk pendidikan Barat di Indonesia, misalnya, acap menjadi golongan yang menentukan arah sejarah negeri ini, semenjak zaman penjajahan pada awal abad ke-20 sampai sekarang. Di sisi yang lain, buku berjudul Menemukan Sejarah dan Api Sejarah karya Ahmad Mansyur Suryanegara memperlihatkan penonjolan peran dan simbol-simbol golongan Islam sebagai penentu sejarah dalam gerakan merebut kemerdekaan Indonesia .

Golongan pemimpin teras militer di tanah air, sejak Orde Lama sampai Orde Baru dan sekarang, cenderung lebih berpengaruh dalam menentukan arah dinamika sejarah politik. Selain dapat melakukan penelusuran historis langsung, sebagaimana telah diutarakan oleh Kuntowijoyo (2003: 178), bahwa penjelasan relatif akurat mengenai fenomena tersebut dapat diperoleh dengan mengkaji tulisan Harold Crouch berjudul Militer dan Politik (Jakarta: Sinar Harapan, 1986) serta Perkembangan Militer dalam Politik Indonesia, 1945-1966 (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1982) karya Yahya Muhaemin.

Dalam sejarah Banten, golongan Jawara, yaitu mereka yang memiliki ilmu bela diri dan dipercaya oleh masyarakat sebagai orang sakti, memiliki peran khas dan relatif menentukan arah sejarah Banten. Kelompok Jawara di Banten bolehlah dikategorikan sebagai kelompok supremasi yang memiliki kharisma dan pengaruh lebih besar ketimbang golongan-golongan masyarakat lainnya yang ada di Banten.

Dalam sejarah negara-negara di kawasan Eropa, peran dan pengaruh golongan bangsawan terpelajar atau golongan kelas ekonomi menengah dalam menentukan sejarah relatif lebih besar, ketimbang golongan kelas ekonomi bawah dan golongan tidak terpelajar. Serupa tapi tak sama dengan fenomena itu, golongan terpelajar produk pendidikan modern dan golongan mullah serta golongan terpelajar dari hauzah (pesantrennya Iran ) juga berperan penting dan menentukan dalam mengarahkan sejarah revolusi Islam Iran tahun 1979.

11. Etnis dan ras
Etnis dan ras merupakan faktor lainnya yang menentukan arah sejarah. Dalam menelusuri kenyataan historis ini, penelusuran yang dilaksanakan harus berlandaskan fakta historis dan tentu saja jangan sampai dipengaruhi keyakinan subjektif pihak yang menelusurinya. Di sisi yang lain, keyakinan subjektif suatu etnis dan ras sebagai penentu sejarah boleh jadi menemukan realitanya lantaran keyakinan subjektif etnis dan ras masing-masing.

Keyakinan bahwa etnis dan ras merupakan salah satu kekuatan penggerak sejarah dapat mengambil contoh dalam sejarah Indonesia modern yang menunjukkan etnis Jawa relatif lebih banyak menentukan arah sejarah di Indonesia . Selain jumlah penduduk etnis Jawa lebih banyak ketimbang etnis lainnya, hal ini juga diperkuat dengan pengaruh dan mitos jejak historis Jawa yang pernah memiliki kerajaan besar seperti Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya, serta kedekatannya dengan wilayah pusat kekuasaan di Jakarta.

Selain secara internal orang-orang yahudi meyakini rasnya sebagai ras termulia di atas bumi ini, sebagian masyarakat Eropa non Yahudi juga percaya bahwa ras Yahudi mempunyai kelebihan ketimbang ras lainnya. Tetapi di sisi yang lain, fakta menunjukkan banyaknya orang Yahudi mencuat sebagai intelektual yang pemikirannya legendaris. Dalam hal ini bisa dikemukakan Charles Darwin sebagai penemu teori evolusi fisik manusia, Karl Marx penggagas ideologi komunisme, Albert Einstein penemu hukum relativitas energi, dan sebagainya. Para pemuka dari ras Yahudi juga populer dan relatif ampuh memainkan loby-loby dan diplomasinya dalam mengarahkan sejarah.

Semenjak abad pencerahan sampai zaman modern, ras kulit putih Eropa pantas pula dimunculkan sebagai ras pengendali arah sejarah. Pengaruh kulit putih dalam kolonialisme dan imperialisme sungguh berefek luar biasa, tidak saja ketika praktik itu terjadi, melainkan pada masa-masa setelahnya. Dalam konteks sejarah Australia , ras ini terlihat fenomenal karena mampu menjadi penduduk mayoritas dan mengarahkan sejarah benua ini, padahal sebelumnya, mereka adalah kaum pendatang yang sebagian di antaranya merupakan narapidana Eropa dan dihukum ke Australia . Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi transportasi, teknologi informasi, dan kekuatan militer yang dimiliki ras ini juga faktor lainnya yang membuat ras ini boleh disebut sebagai ras yang mengendalikan arah sejarah.

12. Mitos
Menurut pengertian sederhana, mitos dapat dimaknai sebagai keyakinan masyarakat terhadap kebenaran sesuatu, meski hal ini acap kurang paralel dengan realita alias terjadi disparitas. Keyakinan ini kemudian menjadi opini yang dikemukakan berulang-ulang, sehingga mendekam dalam benak banyak orang. Pendek kata, meski mungkin tidak sesuai fakta, namun mitos terlanjur dipercaya masyarakat sebagai kebenaran.

Banyak sejarah digerakkan oleh mitos yang berkembang di masyarakat. Mitos Yahudi sebagai ras termulia di atas muka bumi yang akan dianugrahi wilayah yang kini masih ditempati Palestina, dan di sisi lain Palestina (umat agama Islam dan Kristen) meyakini bahwa kawasan ini suci dan milik mereka, telah membuat konflik perebutan wilayah tersebut berlangsung hingga kini.

Lantaran Adolf Hitler dan para pendukungnya menyebarluaskan mitos bahwa Arya (ras asli Jerman) merupakan ras tertinggi di dunia dan harus menguasai dunia, maka Hitler dengan seluruh fungsionaris dan partisannya melakukan langkah-langkah pembersihan ras terhadap orang-orang Yahudi dengan cara genocide (pembunuhan massal di kamp konsentrasi). Dengan mitos ini pula, Hitler mengarahkan sejarah Jerman beraliansi dengan Italia dan Jepang untuk ambil bagian bertempur melawan kekuatan sekutu dalam Perang Dunia II.

Mitos sebagai agama dan ras tertindas telah pula dimainkan Yahudi dalam menarik perhatian dan dukungan negara-negara Eropa kepadanya, sehingga arah sejarah politik dan ekonomi Timur Tengah dan dunia relatif berubah. Mitos tersebut relatif berhasil membuat para petinggi negara-negara Eropa merasa bersalah. Alhasil dibanding dengan reaksi sejumlah negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam, para petinggi di negara-negara Eropa cenderung ‘diam’ dan tidak terlalu konfrontatif terhadap Israel (negaranya Yahudi) manakala pasukan militer Israel berperang dan mencaplok sejumlah wilayah Palestina.

Dalam spektrum penguasaan sejumlah kawasan Asia oleh pemerintah pendudukan Jepang manakala berkecamuknya Perang Dunia II, mitos gerakan 3A: Nippon cahaya Asia, Nippon pelindung Asia, dan Nippon pemimpin Asia relatif efektif meraup dukungan, tidak saja dari para tokoh negara yang diduduki, melainkan pula dari kalangan masyarakat bawahnya. Mitos ini, dalam kadar tertentu, telah memposisikan Jepang sebagai kekuatan penentu sejarah saat itu.

Jika ditarik ke Indonesia , sungguh tidak sedikit mitos yang menggerakkan sejarah negeri ini. Dalam diri mendiang Soekarno, misalnya, mitos kiprahnya sebagai penyambung lidah rakyat menyumbangkan kekuatan dan tingkat percaya diri Soekarno untuk memimpin negeri ini sejak Indonesia merdeka sampai Orde Lama runtuh. Mitos ini pun turut berkontribusi mengarahkan sejarah negeri ini untuk dipimpin Soekarno, tak kurang selama dua dasawarsa sejak Indonesia merdeka.

Mitos mahasiswa atau kaum muda sebagai agent of change dan iron stocks kepemimpinan bangsa di masa depan juga mengemuka, dan dalam banyak kadar, telah turut mengarahkan sejarah negeri ini. Sedikit banyak, mitos ini tidak saja telah mendorong kelompok mahasiswa atau kaum muda sekaligus meningkatkan rasa percaya diri kelompok ini, melainkan pula diamini oleh banyak masyarakat, sehingga mahasiswa relatif artikulatif memerankan dirinya sebagaimana bunyi mitos.

Tiap masyarakat memiliki mitosnya masing-masing. Bahkan masyarakat Amerika Serikat yang terlanjur dipercaya sebagai negara maju dan modern, juga memiliki mitos yang khas. Dengan begitu, sulit untuk mengabaikan peran mitos dalam mengarahkan sejarah masa depan. Dengan kata lain, arah sejarah bisa ditentukan oleh mitos.

13. Budaya
Steven Covey lewat buku The Seven Habbits setidaknya memperjelas rumus jitu untuk menjadi manusia dan masyarakat unggul di tengah-tengah arena kompetisi global. Kebiasaan, tradisi, atau budaya, dengan demikian, memang dapat menjadi faktor penggerak sejarah.

Kebudayaan mencintai ilmu pengetahuan dan mengadakan penelitian-penelitian telah membuat banyak orang Eropa menemukan sederet benda-benda berteknologi canggih yang mengubah sejarah kehidupan. Untuk menyebutkan contoh saja, temuan lampu listrik oleh Thomas Alfa Edison dan kereta api oleh James Watt telah mengubah sejarah kehidupan banyak orang di muka bumi ini.

Akhirnya kebudayaan memang faktor lainnya yang merupakan kekuatan penggerak sejarah. Satu sisi sejarah manusia menciptakan kebudayaan, tetapi di sisi yang lain, budaya juga berpotensi mengarahkan sejarah. Dalam konteks hasil pemikiran dan wujud cipta, rasa, dan karsa manusia, budaya manusia sulit diabaikan sebagai kekuatan yang mengarahkan sejarah.

Ramalan Sejarah dan Mencipta Sejarah Masa Depan
Prof. Kuntowijoyo, 2005: 196) menerangkan bahwa ramalan sejarah ialah ekstrapolasi atau perkiraan berdasarkan historical trend (tren sejarah) alias tren atau kecenderungan fenomena sejarah. Dengan begitu ramalan sejarah bukan ilmu perdukunan, melainkan prediksi masa depan dengan melihat kecenderungan sejarah yang akan terjadi di masa mendatang, dengan melihat sejumlah fenomena sejarah sekarang, berikut kemungkinan yang akan terjadi kemudian. Akan tetapi meski sebatas prediksi, ramalan sejarah tetap saja bisa dipertanggungjawabkan secara akademis, dan ketepatannya terlisensi berdasarkan tingkat probabilitas.

Dalam konteks inilah, langkah penerawangan sejarah masa mendatang dapat dipertanggungjawabkan. Pemahaman memadai mengenai hukum sejarah serta kemampuan dan kemauan mempraktikkannya membuat upaya menciptakan sejarah masa depan – seperti yang digagas arsitek revolusi Islam Iran Ali Syari’ati – menjadi mungkin dilaksanakan. Dengan kata lain, manakala hukum sejarah dan aneka kekuatan penggerak sejarah telah dipahami, maka langkah selanjutnya adalah menghadirkan dan memperkuat kekuatan penggerak itu untuk menciptakan sejarah masa depan.

Dari sini pula, orang-orang di berbagai belahan bumi dapat berikhtiar menciptakan sejarah idealnya. Bersamaan dengan itu, masa depan juga tergambar dan tentu menjadi semestinya untuk menerima sejarah masa depan dengan penuh kesadaran, tanpa harus mengidap perasaan hopeless (putus asa), apalagi depresi. Sedangkan bagi mereka yang puas dengan gemilangnya sejarah yang berhasil diraih, selalu harus menyediakan kewaspadaan dalam mengarungi zaman.

Dengan demikian, tanpa menihilkan peran Tuhan sebagai Sang Pencipta Sejarah Tertinggi, sebaiknya umat manusia cepat menyadari bahwa Tuhan juga telah menciptakan hukum alam dan hukum sejarah untuk mengkerangkai dinamika kehidupan alam semesta. Dengan kata lain, Tuhan memang penentu sejarah, namun dalam porsi sebagai manusia, sejarah juga ditentukan oleh aneka kekuatan penggerak sejarah. Manusia, dengan begitu, dipersilahkan oleh Tuhan untuk berikhtiar mengumpulkan dan mengefektifkan kekuatan penggerak agar sejarah kehidupannya sampai pada tujuan ideal yang dibutuhkan dan diinginkan.

Penulis merupakan Sarjana Pendidikan lulusan Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung .

 

2 respons untuk ‘Kekuatan yang mengubah Sejarah

Tinggalkan komentar